Mengenai logika deduktif secara lebih khususnya memperhatikan
penalaran deduktif. Dalam penalaran ini, akal budi bertolak dari pengetahuan
lama yang bersifat umum, dan atas dasar itu menyimpulkan suatu pengetahuan baru
yang bersifat khusus. Penalaran deduktif ini biasanya terwujud dalam suatu
bentuk logis yang disebut silogisme.
Silogisme adalah argumen yang terdiri atas tiga proposisi atau
pernyataan: proposisi pertama dan kedua (premis-premis) merupakan titik tolak
atau landasan penalaran, sedangkan proposisi ketiga (kesimpulan) merupakan
tujuan penalaran, yang dihasilkan berdasarkan hubungan yang terjalin antara
premis-premisnya. Dengan demikian, hubungan antara premis-premis dan
kesimpulan, dengan demikian merupakan hubungan yang tak terpisahkan satu dari
yang lain. Tepat tidaknya sifat hubungan tersebut menjadi pusat pengamatan
logika deduktif. Itu berarti, setiap argumen deduktif selalu atau sahih atau
tidak sahih, dan tugas logika deduktif adalah menjelaskan sifat dari hubungan
antara premis-premis dan kesimpulan dalam argumen yang sahih, sehingga dengan
itu kita dapat membedakan argumen-argumen yang sahih dari argumen-argumen yang
tidak sahih.
Dari premis-premis berikut
"Semua manusia berakal budi" dan
"Raisa adalah manusia"
kita dapat menyimpulkan bahwa "Raisa berakal budi". Kesimpulan
itu kita turunkan hanya lewat suatu analisis terhadap premis-premisnya tanpa
bersandar pada pengamatan inderawi atau observasi empiris mengenai diri Cecep;
jadi, apriori sifatnya. Selain itu, lewat analisis juga, kita menemukan bahwa
kesimpulan "Raisa berakal budi" merupakan konsekuensi yang
sudah langsung terkandung di dalam premis-premisnya; artinya, premis-premis "Semua
manusia berakal budi" dan "Raisa adalah manusia" terhubungkan
sedemikian rupa sehingga "Raisa berakal budi" sungguh-sungguh
sudah tersirat di dalamnya. Dengan demikian, setiap argumen deduktif senantiasa
memiliki tiga ciri khas. Pertama, analitis; artinya kesimpulan ditarik hanya dengan menganalisa
proposisi-proposisi atau premis-premis yang sudah ada. Kedua, tautologis; artinya, kesimpulan yang
ditarik sesungguhnya secara tersirat (implisit) sudah terkandung dalam
premis-premisnya, ketiga, apriori;
artinya, kesimpulan ditarik tanpa berdasarkan pengamatan inderawi
atau observasi empiris. Ciri-ciri tersebut memungkinkan setiap argumen deduktif
selalu dapat dinilai sahih atau tidak sahih. Oleh karena itu, suatu argumen
deduktif yang sahih dengan sendirinya juga menghasilkan kesimpulan yang
mengandung nilai kepastian mutlak.